Ketika Titik Jenuh Menyapa Pada Hambarnya Rasa
21.39.00
Bukannya tak bersyukur atau bahkan mengeluhkan keadaan. tapi setiap insan pasti akan mencapai pada titik jenuh yang mutlak ada. Rasa jenuh akan agenda yang terulang, aktivitas yang sama tiap waktu. Bagaimana bisa kita menjalani waktu tanpa rasa? bagaimana bisa kita menyelami hidup tanpa jiwa?
Tuhan, aku ini manusia biasa, akau bukan nabi ataupun ulama yang Engkau kasihi. Aku bukan Nabi yang selalu patuh akan sabdaMu, begitupun aku bukan ulama yang selalu taqwa akan segala sunatulloh yang ada. Tapi salahkah jika ku juga mengharapkan kasih serta belaian sayang Mu yang Engkau berikan pada umat - umat pilihan?
Aku hanya ingin rasa tanpa masa yang mengikat, tanpa risau yang mengundang, tanpa senyum yang memudar. aku hanya ingin kesederhanaan yang murni tanpa dusta, ibarat senyum tanpa luka, ibarat canda tanpa tangis batin. harus ku cari kemana lagi rasa seperti itu Tuhan? kerisauan yang menghadang tak lagi mampu ku tepis, sedangkan kegembiraan yang ku gembar - gemborkan hanyalah sebuah kamuflase hidup.
Tunjukan aku bagaimana aku bisa menempuh jalan yang kini ku lalui, tuntun aku dalam ayunan kasih sayang dari hati yang tak terganti majas dalam paribahasa sekalipun. Jika ini berdosa untukku, ataupun bagi orang - orang yang ku sayangi, lalu bagaimana aku bisa memperoleh ridha dalam penatnya hidup?
Bicara mengenai rasa, apalah daya bila raga tak lagi berbatas dengan nurani?
Bagaimana mempertahankan rasa yang indah itu pada jiwaku? aku sendiripun hanya merenung berpayung redupnya bintang malam ini. aku hanya berlindung dari sinar bulan yang nampak sinis menatap makhluk bumi. Mengapa harus ada rasa jenuh dalam hidup? mengapa bisa seperti itu Tuhan? Disaat hati ini terkoyak rasa jenuh mengapa air mata ini turut meleleh? mengapa air ini mengalir dipipi yang begitu manis untuk sekedar terluka?
Bukan penyesalan dalam mengambil keputusan ataukah meratapi apa yang telah terjadi, tapi aku sendiri tak mengerti bahkan untuk sekedar memahami makna hidup ini. namun ku terlanjur lahir di dunia ini, ku terlannjur mengambil apa itu nyawa dari Sang pemilik hidup. Tapi siapa tahu akan seperti ini jalan hidup yang mengalir dalam kerasnya serta terjalnya bukit hidup yang harus kutempuh.
Nyanyian sendu malam ini, tak lagi cukup untuk sekedar obati risau hatiku. tak lagi cukup membohongi rasa hatiku, senyumku terasa berat untuk sekedar tersungging dalam candaan malam. Entahlah ... aku sendiripun tak faham betul apa yang terjadi sebenarnya. bukan keberuntungan yang ku nanti dalam hidup ini, bukan seseorang yang ku nanti untuk temani sisa hidupku, tapi apa yang sebenarnya ku nanti dalam nafas serta sisa detak jantung yang kian terkikis waktu?
Aku tak sesempurna cinta
Aku tak seputih malaikat - malaikat surga
Aku tak setaat sufi
Aku tak seindah bunga yang mekar pagi hari
Aku tak sesejuk embun mengalir didaunan kala esok hari
Aku tak sejelita peri - peri surga
Aku tak seanggun bidadari tak bersayap ditangga - tangga langit
Aku juga tak secantik pesona Cleopatra
Aku tak seridha cinta Rabiah El Adawiyah kepada Mu
Aku tak sebenar ucapan Abu Bakar As Shidiq
Aku tak seromantis Ali Bin Abi Thalib kepada Fatimah
Aku juga tak sesuci Maryam sebagai hambaMu
Lalu alasan apa yang sanggup membuatku tersenyum atas arti hadirku dibumi ini.
Aku yang salah karena aku tak kuasa meluluhkan rasa hatiku sendiri. Ingin rasanya kudekap kebahagiaan agar tak lagi lepas ddari hati serta raga ini, tapi apalah daya jika aku hanyalah makhluk lemah yang terjerembab dalam kecerobohan masa lampau. yang menyalahi aturan yang mengalir, sedang aku sendiri tak faham akan seperti apa noda yang akan berbekas sebagai luka dihati ini...
0 komentar