4 November 2016 dan Sebaik – baik Penjagaan Terhadap Al Qur’an
20.25.00
Bicara mengenai aksi damai yang dilaksanakan serentak
pada 4 November 2016. Kemarin baru saja kita menyaksikan aksi damai sebagai
bentuk solidaritas umat islam di era modern. Al qur’an, pedoman hidup umat
islam dikatakan sebagai “tipuan” oleh gubernur ibukota yang kala itu
menyambangi kepulauan seribu. Tak pelak, tentunya hal ini menjadi permasalahan
yang sangat booming bagi negara
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam.
Al maidah ayat 51, menjadi membumi hanguskan kekaguman
masyarakat akan sosok yang sempat mempunyai branding
tegas. Disini kita akan belajar bagaimana menjaga lisan, menilik kembali
wejangan umat terdahulu, “Mulutmu Harimaumu”. Nyatanya ratusan ribu umat
berkumpul pasca shalat jum’at di setiap daerah untuk melakukan long march, sebagai bentuk aksi damai tuntutan
pidana teruntuk sang gubernur.
Mungkin ini merupakan cara Alloh membukakaan mata hati
umat muslim yang masih terang – terangan mendukung ahok memimpin kembali
Jakarta. Tentunya dalam islam, haram hukumnya mengangkat pemimpin non muslim.
Dalil inilah yang mungkin membuat pak Ahok pusing tujuh keliling, merasa
terpojok untuk membela diri dihadapan rakyat dengan posisinya sebagai kandidat
gubernur ibukota, hingga terceletuklah kalimat “Mau aja dibohongin Al
Maidah ayat 51” dalam kunjungannya di
kepulauan seribu. Semoga ini menjadi pembelajaran pada para pesohor ini ini
dalam bertutur kata, sehingga tidak ada lagi kasus kampanye yang kena demo.
Banyak sekali hal yang bisa kita bahas dari tragedi
penistaan agama ini, pertama kita faham betul bahwa bangsa ini sangat mudah
tersulut akan hal – hal yang bersifat SARA. Alhamdulilah
wa syukurillah dalam aksi damai kemarin tidak menjatuhkan korban jiwa atau
huru - hara besar dinegeri ini. Uniknya, untuk meredam para “demonstran”
(baca:peserta aksi damai), para polisi dengan barisan rapi mengumandangkan 99
asmaul khusna. Ini benar – benar pilihan cerdas dibandingkan persiapan
peralatan seperti gas air mata dan latihan pasukan gabungan untuk
mengantisipasi hal – hal yang tidak diinginkan. Hal ini seperti sebuah api yang
dipertemukan dengan air. Kami harap tidak lagi ada tragedi berdarah dinegeri
ini, cukuplah tragedi Mei 1998 menjadi kenangan pahit yang sudah terkubur dalam
kelapangan hati setiap umat.
Ormas terbesar negeri ini, NU dan Muhammadiyah sepakat
tidak mengizinkan adanya penggunaan symbol – symbol terkait dalam aksi damai
kemarin. Disini kita akan dituntut untuk peka terhadap “respon” para ulama
dalam menyingkapi suatu permasalahan yang tidak bisa dianggap kecil.
“Ahok sudah minta maaf. Kita minta seluruh umat islam
untuk tenang dan meredam amarah. Jika bisa diredam
maka persatuan juga bisa dijaga. Jika memang umat islam Jakarta memang tak mau
memilihnya karena faktor agama, semoga tidak lagi terjadi isu SARA” dikutip dari resume wawancara
dengan KH Maimoen Zubair, Sarang, Rembang. (Majalah Aula edisi November)
Kutipan diatas jangan diartikan sebagai sebuah
ketidakpedulian ulama terhadap ukhuwah bangsanya. Penjelasan mendalam mengenai
isu SARA merupakan pertimbangan bagi kalangan NU dan Muhammadiyah untuk tidak
terlalu reaktif menyingkapi kasus Ahok. Mudah – mudahan dengan berlangsungnya
aksi damai yang dilaksanakan serentak kemarin, bisa menjadi pertimbangan bagi
pemerintah untuk memprioritaskan penanganan kasus Ahok. Marilah kita buktikan
bahwa dinegeri ini, Indonesia, tidak ada
“Manusia Kebal Hukum”. Namun jangan juga dijadikan alasan untuk men-judge muslim lain yang tidak turut
turun jalan sebagai gologan “Munafik”.
Mari sama – sama belajar merangkai khusnudzon dalam diri, barangkali memang
menjalankan kewajiban yang tidak memungkinkan untuk ditinggal bahkan sedang
berjihad dengan cara lain. Kami yakin, baik secara aksi turun jalan maupun
secara birokratif, kami muslim bangsa ini sangat berharap adanya pemerintahan
yang proaktif terhadap rakyat. Meskipun Ahok sudah meminta maaf, bukan berarti
proses hukum terhenti. Kami muslim, bagian tersebar bangsa ini mengecam tindakan
pak Ahok yang melecehkan Al Qur’an. Semoga aksi 4 November 2016 kemarin bisa
membuat pihak pemerintah dan polri untuk segera menindaklanjuti kasus ini,
supaya tidak terjadi lagi reaksi umat yang lebih besar. Kami hanya khawatir,
niat baik kami sebagai para pembela kalam ilahi ditunggangi oknum yang
berkepentingan. Dan bagian terpenting, sebaik – baik penjagaan terhadap Al
Qur’an tidak sebatas reaktif terhadap sebuah penistaan semata, namun terus
membaca dan mengamalkannya.
0 komentar