Berapa lama lagi waktu bisa merubah seorang putri menjadi ratu? Layaknya pangeran yang menjelma menjadi raja dalam kurun waktu yang tak mampu kuhitung.
Tuhan, apa kiranya yang harus kubicarakan dengannya kini. Haruskah ku katakan rasa cintaku yang masih tersimpan untuknya. Haruskah kutanyakan lagi kata cinta yang pernah ia dendangkan dalam lagu cinta malam itu padaku? Masih berlakukah kiranya sampai saat ini. Tolong kirimkan malaikatmu tuk bisikan kata indah ataupun kata yang sekiranya tak nampak bodoh dihadapannya. Aku speechless, kuakui itu!
Kubisa menyimpulkan bahwa ia akan melamar Naila Ramadhan besok. Duh Gusti, sakit sekali hatiku saat ini. Langit – langit kamarku seolah ambruk menimpaku. Ah bahkan rasa sakit ini lebih dan lebih sakit lagi daripada kejatuhan beton sekalipun. Aku yang selalu mengacuhkan kata – kata serta lagu cinta darinya, aku yang selalu mendiamkan rasa cintanya mengendap dihatiku tanpa sepengetahuannya, dan aku yang diam – diam memendam rasa cinta kepadanya kini menahan sakit dalam derai airmata yang menetes.
Ada rasa penyesalan yang amat dalam, bagaimana bisa ku bersikap tak jelas kepadanya. Aku terlalu gengsi untuk sekedar mengakui bahwa aku juga mencintainya. Tapi kini, aku dirundung rasa menyesal karena mendiamkannya. Seharusnya ku katakan saja kalau aku juga ada rasa kepadanya. Toh dia juga tak mungkin mengajakku pacaran. Karena yang kutahu ia anak orang paling alim dikotanya.
Dan mengenai Ridho, separuh endapan hati telah ku singkirkan. Aku tak akan mendapat cinta malam itu lagi. Disaat aku mulai tegar, justru Naila mengirimiku email yang mengatakan bahwa ia dan Ridho akan silaturahim kerumahku. Tepat hari pertama puasa atau tepatnya hari lahirku. Itu juga jika mereka masih ingat. Sempat juga aku berpikir mungkin Naila dan Ridho telah menikah tanpa sepengetahuanku. Toh mereka juga tak pernah membahas proses khitbah kepadaku. Mereka hanya berkata pertemuan dua keluarga. Maksud apa lagi jika bukan khitbah yang mereka maksudkan.