Ya Alloh Aku Jatuh Hati Untuk Kedua Kalinya
08.22.00
nurussyarifatul.blogspot.com |
Byuuuuuurrr.....
Suara air yang jatuh tepat dikepalaku. Hilang semua pikiran tentangnya. Secepat kilat ku cari sumber air yang membasahi diri ini. Adakah kiranya hujan turun hanya tepat diatasku saja?Layaknya hujan yang mengalir deras dihati ini.
“maaf mba, kirain gak ada orang dibawah” kata seorang gadis yang menengok ke tangga bawah dengan raut muka memelas. Aku tak menjawab sepatah katapun. Apakah aku marah? Tentu saja. Bagimana mungkin ia sembarangan melempar air ditempat yang ku duduki sekarang ini. Tapi rasanya terlalu egois jika aku benar – benar memelihara amarah akan perbuatannya tadi, toh dia tak sengaja berbuat demikian. Lalu perlahan ku balik badan menghadapnya diatas sana, ku acungkan jempol sebagai pertanda bahwa ”I’mokey”. Dan ia pun meringis entah lega ataupun respon sekenanya.
Sejenak aku terpikir kembali akandia yang kini menimba ilmu dinegeri seberang. Memang sulit jika perasaan terpisah jarak. Tapi lebih sulit lagi menjaga perasaan dalam kaidah yang berusaha kami jaga. Aku dan dia sama sekali tak mengikat komitmen dalam hal pacaran. Dia hanya mengungkapkan perasaannya sehari sebelum kepergiannya ke negeri itu. Negeri yang bagiku terlampau jauhdari pelupuk mataku. Bahkan setiap kali ku ingat akan dia, aku seakan merasa segala apa yang pernah ku rasa sebelum kepergiannya. Dia hanya berujar kata sederhana dalam bisikan rasa yang bagiku terlampau aneh untuk dimengerti. Kata sederhana yang terlampau membahagiakan dalam kebingungan yang tak pasti.
“jujur saja dik, mmm.. sebenarnyakakak ingin mengungkapkan sebuah pengakuan yang mungkin akan terlihat aneh ataupun apalah menurut adik, ini mengenai perasaan kakak selama ini, insyaAlloh kakak tulus mengatakan ini, bahwasannya selama ini kakak memendam rasa yang tak seharusnya kakak miliki untuk saat ini. Kakak jatuh hati pada seorang wanita yang selama ini kakak anggap saudara dan ketahuilah dik, bahwa wanitu itu anti”
suaranya tiba – tiba serasa meruntuhkan langit diatasku waktu itu. Suara dari handphone klasik yang kugenggam erat ditanganku kini, tanpa sadar aku gemetar mendengar pengakuan pria yang sedang bicara denganku saat itu. Benarkah? Tanyaku pada hatiku sendiri.Sosok yang selama ini sering membuatku berdecak kagum justru mengatakan iajatuh hati pada diri ini. Ya Rabb apa kiranya yang harus aku katakan serta lakukan disaat seperti ini. Kukumpulkan segala daya kekuatan untuk menjawab pengakuan itu, walaupun sebenarnya pengakuannya tak membutuhkan jawaban.
“emm aku bingung mau ngomong apa,tapi kalau boleh jujur ada rasa senang saat mendengar pengakuan kakak tadi,tapi maaflah kak, bukankah dalam islam tak ada cinta yang halal sebelum pernikahan?” jawabku dalam keberanian yang terlalu dipaksakan.
“hehe begini dik, kakak tahu jika tidak ada cinta yang halal ataupun perasaan kekasih yang diridhai Alloh kecuali segala rasa yang ada dalam pernikahan sepasang hamba. Kakak juga tak mungin membawa wanita yang kakak sayang ke jalan yang gelap lagi berduri, kiranya kakak akan akan berusaha memperbaiki diri hingga nanti waktu yang membuat kakak pantas untuk sekedar mengkhitbah adik. Bersediakan adik menunggu kakak kembali ketanah air?”. Kata – kata macam itu? Mengapa membuatku tertegun bagai patung? Sekali lagi ku kumpulkan segala daya untuk menjawabnya.
“Aku tak bisa menjanjikan hal berarti untuk saat ini, biarlah waktu yang akan menjawab segalanya kak, aku juga akan melanjutkan study ku dikota sendiri, sedangkan kakak akan menempuhkuliah kakak dinegeri seberang, bukankah disana terlampau banyak wanita shalihah yang mungkin akan kakak temui, jangan khawatir kak, aku tak akan menuntutmu untuk sekedar menungguku seorang, sekiranya kakak akan mengerti akan wanita lain, insyaAlloh saya ikhlas. Jika memang kita berjodoh, sepanjang janji ataupun waktu tak mungkin bisa mengusik kak” jawabku pada rasa yang tak pasti. Benarkah aku ikhlas menerima jika sosok yang satu ini berusaha mengenali wanita lain?Bodohnya kau berkata demikian. Kupasang lagi telingaku untuk mendengar segala katanya yang pasti memabukkan lewat sambungan telephone di lain pulau.
“Terima kasih untuk segalanya dik, semoga Alloh meridhai rasa yang kakak punya pada adik. Besok pagi – pagi benar, kakak sudah harus berangkat ke bandara untuk menuju Monash University diMalaysia istirahatlah dik,assalamu’alaikum”
Aku hanya bisa menjawab wa’alaikumussalam. Dan itupun hanya didalam hati. Segera mungkin ku tutup saluran suara itu. Biarlah ia istirahat untuk keberangkatannya besok. Ingin rasanya tadi ku mengucapkan untuk sekedar menjaga kesehatan ataupun doa sederhana untuknya. Tapi aku belum berhal untuk mendoakan sosok itu berlebihan.Biarlah doaku tersampaikan pada pemilik hidup saja, bukankah doa yang paling ijabah adalah doa seorang hamba yang mendoakan sosok yang bahkan tidakmengetahui siapa serta apa yang didoakan orang tersebut.
Malam ini benar – benar membuatku merasa serba tak menentu. Yah! Malam ini aku serba tak ingin tahu hal lain dari selain ia.Bisakah ia terlelap setelah percakapan lagi. Sedangkan aku hanya terus membolak– balikan raga diatas kasur yang kutindih.
Ku membuka kelopak mata perlahan,rasanya sulit sekali untuk membuka mata ini. Ah! Rupanya mataku sembab karena menangis semalaman tadi. Benarkah ku menangisinya? Atau aku menangisi kepergiannya? Entahlah yang jelas sekarang ia telah terbang ke negeri seberang memenuhi mimpinya. Hari – hari kulalui tanpa senyuman ataupunn sekedar sapaanmanis darinya lewat sosial media. Saat ini aku baru bisa menyadari sertaperlahan memahami apa itu lost contact.Dia lelaki pertama yang mampu membuat jantungku berdegup kencang saat kata –kata indah itu terucap serta dia pula lelaki pertama yang membuatku menangis merintih semalam suntuk. Harus kusebut apa dirinya, angel or devil? Tak terasa hari, bulan lalu beranjak ke tahun aku melewati hari tanpanya. Tepatnya hari ku lewati dengan segenap kemampuanku untuk melupakan setiap untaian kata yang ia katakan malam itu. Aku lebih bisa menata hatiku kembali, ku agungkan logika saat aku mengingatnya. Bukankah suatu hal yang wajar saat lelaki tertarik hatinya pada seorang wanita? Tak salah jika ia ungkapkan pautan hatinya itu sedang kemudian ia sendiri harus pergi mengejar mimpinya daripada menemani cintanya? Sekarang, nanti dan untuk selamanya aku akan berusaha amnesia atas semua kata–katanya malam itu. Hidupku terasa mulai pulih, ku lalui hari tanpa penantian ataupun pengharapan dari negeri seberang. Toh, kami tak terikat komitmen apapun. Bukankah ia bisa menempuh S1 nya tanpa aku, mengapa aku tak bisa menyelesaikan study yang kutempuh. Apalagi aku masih begitu ingusan untukmembahas apa itu komitmen dalam hubungan. Aku masih terlalu lugu untuk sekedar merasakan hati yang terluka karena cinta. Sadarlah jika aku masih duduk dibangku SMA! Semua rasa ini masih terlalu dini. Bukankah aku biasa bersikap cuekpada godaan teman priaku, mengapa aku tak bisa berlaku demikian padanya? Imposible! Aku harus memenuhi hidupku dengan rasa perhatian bukan sekedar nafsu belaka. Dan itu sudah bisa aku lakukan sekarang. Aku mampu melewati badai dalam gurun pasir atas nama rasa.
You have message
Tiba – tiba dering handphone terdengar disela musik yang sedang kuputar. Dengan santai ku ambil dengantangan kiri kemudian tanpa raut antusiasku buka pesan tersebut. Perasaanku kacau saat ku baca siapa pengirim pesan tersebut. Dia menanyakan kabarku hari ini setelah empat tahun berlalu tanpa kabar. Dia ? kenapa hadir kembali setelah sebelumnya meluluh lantahkan rasa hatiku. Kenapa ia hadir kembali saat aku mampu melupakan dan tak lagi menganggap arti untaian kata – katanya malam itu.Kenapa Tuhan? Disudut hatiku aku berbicara pada hatiku sendiri sembari mengkambing hitamkan takdir Tuhan. Ah dosanya aku. Ighfirli Ya Robbi...
BAIK
Hanya satu kata yang ku balas kepadanya. Itupun butuh tenaga lebih dari sekedar lebih. Tak berselang lama ia menelfon. Maaf, hanya kata itu yang mampu ku ucap sembari menatap nama yang tertera dilayar handphoneku. Aku sudah berprinsip tak akan lagi menangis karena cinta. Karena itu juga aku takakan lagi berbuat hal yang justru akan membuatku luluh untuk kedua kalinya.Kini aku diterima di Universitas Negeri dikotaku. Aku mencapai cita – citaku untuk mengambil jurusan KPI, tepatnya dalam bidang jurnalistik. Aku ingin menjadi orang pertama yang melihat segala kabar berita lalu akulah orang pertama yang menyabarkan kabar tersebut ke khalayak ramai. Dan aku juga yakin dibelakang namanya , sudah tertera gelar ST.
Seperti biasa, setelah mengirim pesan singkat, ia menelphone. Benar saja pikirku kemudian. Ku acuhkan nama yangmemanggil itu. Biarlah aku tenang dengan rasa tentangnya yang kini akan kulupakan untuk detik ini, nanti, dan selamanya. Aku tak ingin lagi jatuh pada rasa yang justru membuatku tak tentu arah dalam menjalani hari. Ku ingin kembali pada rasa yang dulu, rasa dimana aku belum mendengar mengakuan indah itu darinya.
Alunan adzan menggelitik telinga serta menggertarkan jiwa untuk segera beranjak mengambil wudhu. Tiba – tiba aku lunglai saat kakiku beranjakk dari ranjang, kenapakah kiranya aku ini? Ibukuyang tak sengaja lewat didepan kamarku.
“kenapa kau ini nak? Sakit?” tanya wanita paruh baya itu dengan raut khawatir yang sangat nampak diwajah sayunya.
“hanya pusing saja bu” jawabku sembari menyembunyikan kelopak mataku dari pandangan ibu. Aku takut beliau melihat mataku yang sembab karena kurang tidur tadi malam. Dan itu karena pikiranku terpenuhi semua tentang dia. Lagi – lagi ia menjadi alasan akan keterpurukanku. Tak akan ku biarkah ia meruntuhkan rasa tegar yang ku bangun empat tahun terakhir ini, apalagi hanya karena pesan singkat serta panggilan yang tak ku jawab.
Setelah shalat subuh, kuberbaring kembali sembari menggenggam tasbih ditanganku. Sesekali bayangan tentang dia nampak dipelupuk mataku, tapi secepat kilat ku beristigfar. Entah aku yang egois karena marah akan keputusannya waktu itu ataukah imun tubuhku yang memang sedang tidak bersahabat.
“ya Rabbi, sekiranya diamenjadikanku lebih taat akan segala seruanMu maka dekatkanlah ia kembalikepadaku, tapi sekiranya ia menjadikanku lemah lalu semakin jauh dari segalasabdaMu, maka ikhlaskan hatiku menerima segala ketentuanMu” ucapku dalam hati.
“Zahra, ada tamu ini, kamu siap – siap pake kerudungya” ujar ibuku yang berdiri didepan pintu.
“iya bu, siapa tamunya” sautku yang nyatanya tak terjawab karena wanita itu begitu cepat berlalu. Aku hanya heran raut wajah ibu terlihat sangat bahagia. Ada apa serta siapa kiranya tamu tersebut. Tak biasanya ibu terlihat sebahagia ini.
Tok tok tok...
Suara ketukan pintu disertai suara salam seorang pria yang nampaknya tak asing ditelingaku. Otakku terus berfikir siapa pemilik suara tadi sembari menjawab salam dengan lirih.
“apa kabar? Perkenalkan ini ibu serta ayahku. Maksud kedatangan kami kesini adalah bukan tidak lain untuk mengkhitbahmu, dik Zahra. Masih ingatkah ucapan kakak pada malam sebelum keberangkatanku?” dia ternyata si pemilik suara salam itu.
Aku hanya terpaku dalam pandangan bingung, ah tepatnya bahagia. Aku serasa jatuh hati lagi kepadanya untuk kedua kalinya kepada makhluk ini. Rasa yang sempat ku hapus dari memoriku kini mulai menyatu perlahan kemudian menjelma menjadi rasa cinta. Benarkah ku jatuh cintalagi kepadanya? Tanyaku pada diriku sendiri sembari sesekali memandang ke arah kedua orang tuanyaserta ibuku. Semanis mungkin ku berusaha tersenyum pada mereka. Calon orang tua keduaku serta wanita yang kini membelai lenganku dengan kebahagiaan yang tak terkira. Sesekali juga ku menatapnya, wajahnya sering kali menunduk jika didepanku. Tapi jelas terlihat olehku seulas senyum dari bibirnya. Ya Rabbi,inikah jawaban atas doaku selama ini? Aku wanita sederhana yang akhirnya menjadi pendamping pria luar biasa yang kini mengucapkan ijab qobul dimasjid.Sedang aku menunggunya menjelma menjadi sosok halal untukku diruang depan rumahku. Ah benar – benar indah segala rencanaMu Ya Alloh, Engkau perkenalakanaku mencintai sosok untuk pertama kalinya lalu membiarkanku melupakannya.Hingga akhirnya Engkau balik lagi hatiku untuk merasakan jatuh cinta padanya dan ini untuk kedua kalinya aku jatuh hati pada satu sosok yang sama. Tibalah saatnya ia berdiri didepanku diiringi keluarga kami, ia mengulurkan tangannya kepadaku, kusambut tangan malaikat hatiku itu lalu mengecup telapak tangannya denganbibirku. Hanya tasbih, takbir serta hamdalah yang kulantunkan dalam hati.
0 komentar