Bahagiaku Sudah Berakhir
21.52.00
Jembatan dikota ini telah usang sebagaimana rasaku yang telah usang akan dirimu. Kamu yang dulunya sosok hangat penuh keramahan padaku kini telah hilang tenggelam diantara lautan manusia yang lalu lalang dihadapanku. Kubalikkan badanku untuk sekedar melihatmu terakhir kalinya, berharap wajahmu menolehku dibalik dinginnya hatimu saat ini. Tapi kau tetap kukuh akan amarahmu, hanya punggung pria berbaju hitam yang bisa ku tatap dalam diam. Sejak peristiwa itu kau menjauh dalam radius yang tak pernah terbayangkan sebelumnya olehku. Kau menarik lagi komitmen yang pernah kau bangun bersamaku. karena restu orang tuaku akan dirimu beradar rendah.
Kau putuskan tinggalkanku demi kebahagiaaku katamu. Itu semua justru menyakitiku. Dijembatan ini aku pertama kali menatap wajah sayumu dalam gerimis sore. Dalam hati ku katakan siapakah kiranya seseorang yang berdiri tegar dalam gerimis itu. kenalkah aku padanya? lalu ku dekati perlahan pria berjas hitam dipojok sapaan umat. sekejab ku lemparkan senyum sepintas padanya, ia hanya tersenyum siimpul padaku. lewat tanda pengenal yang menempel pada kemejanya ku tahui bahwa ia karyawan magang di perusahaanku, tepatnya perusahaan ayahku.
Entah bagaimana ku lalui hariku begitu dekat dengan pria itu. ya! dialah sosok yang menjelma menjadi dirimu yang beku sekarang ini.
"Menurutlah akan titah ayahmu, bukankah itu akan menjadi hal baik untukmu juga untukku, mungkin"
Aku begitu lunglai mendengar ia berkata begitu pasrah pada amarah ayahku. Memang benar jika kami tetap menjalin rasa, maka akan banyak rasa manusia - manusia didekat kami yang akan nelangsa, dan itu semua karena ayahku. seseorang yang dulu kuhormati sebagai pelindung keluarga justru kini menjelma menjadi sosok berbayang hitam diatas kebahagiaan ynag mungkin akan segera singgah dihatiku. memang benar jika aku bukan anakk direktur ditempat kau magang, semua ini tak mungkin akan berbatas hal klasik. ku dengar juga adikmu dikeluarkan secara tiba - tiba dari sekolahnya, dan itu karena ayahku. Tuhan, adakah aku membuat luka padanya serta keluarganya?
setapak demi setapak ia menyakinkanku untuk menurut saja akan ayahku.
"Jika kau inginkan rasa cinta dariku, sungguhlah rasa itu akan pupus bilamana dalam kebahagiaan kita justru memunculkan luka bagi manusia - manusia yang kita sayangi, Yakinlah bahwa cinta tak selamanya harus memiliki".
Hanya kalimat terakhir yang kau sampaikan padaku dibawah langit sore yang meneduhkan diri mendengar keputusanmu. langitpun mengangis mendengar rasa mengalahmu akan rasa sayangmu.
Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
0 komentar