Misteri Bayangan Hitam dan Tangan Misterius di Pagi Buta
19.57.00
Rintik demi rintik ku pandang dalam tatapan kaca jendela yang mulai mengembun dalam dinginnya air hujan pagi ini. Sungguh tak ada lagi hasrat untuk sekedar membuka mata dan mengawali hari ini dengan segudang aktivitas seperti biasanya. Hingga badan ini terasa seperti sulit untuk bernafas, ah ternyata ku ketiduran lagi selama memandang rintik air hujan dijendela kamarku dan sialnya selimut tebal menutup hidung hingga menghalangi laju nafasku. Kiranya, ku benar – benar tak bisa bernafas setelah memimpikan hal buruk tadi. Betapa tragisnya mimpiku pagi ini. Bagaimana bisa dia bisa hadir begitu saja dimimpiku tanpa izinku. Gumamanku tak ubahnya umpatan yang tak berakar hingga membuat telingaku sendiri mendengar jeritan hati ini hanya karena sebuah mimpi.
“enough!”
Jeritku kemudian sembari mencampakan selimut yang menghangatkanku malam tadi
lalu berlari menjauh dari tempatku membaringkan raga. Secepat kilat ku sambar
handuk yang menggantung dibelakang pintu kamarku. Sesekali ku tengok kearah jam
dinding untuk memastikan sisa waktuku untuk bergegas ke sekolah.
Setelah
segalanya kupersiapkan, pagi ini dalam gerimis tipis berpayung awan mendung, ku
melangkahkan kaki tanpa berbalut sepatu seperti biasanya, tak nyaman rasanya
jika sepatu yang ku pakai basah terpercik sisa hujan yang tergenang di aspal
hitam itu. Kubalut jaket merah hati sebagai pengahangat diri pagi ini. Tanpa
berkawan payung, ku larikan tubuh ini menuju tempat menyimpan segala ilmu
pengetahuan. Entahlah bukannya tak punya payung, akan tetapi diri ini begitu
nyaman berjalan menerjang gerimis tipis, betapa damainya hati ini saat tangan
serta jari – jemari ini dengan sengaja menengadah untuk menyentuh air yang
merintik langsung dari langit. Biarlah sang payung bersemedi dalam himpitan
buku – buku dalam pundakku, toh sesesak apapun mereka tak akan menjerit,
pikirku jahat.
Tak sampai 5
menit berjalan, aku sudah sampai disurga ilmu pengetahuan. Gerbang masih
setengah tertutup seperti biasanya. Sembari berjalan, sesekali ku tengok
disamping untuk sekedar berkaca. Ah sudah kodrat wanita seperti ini, pikirku
dalam hati. Aku mengambil kesempatan sepinya pagi ini, dengan berlama – lama
berkaca didepan kantor guru. Berlenggak lenggok, putar kanan hingga kiri dan sesekali
menata tatanan rambut yang seolah kejatuhan salju karena rintikan hujan dalam
perjalanan tadi. Tiba – tiba aku seperti melihat bayangan hitam dari balik kaca
yang ada dihadapanku, jantungku berdetak lebih kencang, sedang mataku menatap
tajam pada bayangan hitam tersebut. Benarkah pagi ini kulihat bayangan hantu
yang sering teman – temanku bicarakan. Antara ketakutan serta rasa penasaran
akau seperti ditarik dua rasa yang
berbeda, dimana ketakutanku menarikku untuk sesegera mungkin menjauh bahkan lari
dari jangkauan kaca tersebut, sedang
rasa penasaranku menarikku untuk tetap ditempat sembari menatap tajam untuk
memastikan penglihatanku tidak salah. Tiba – tiba kaca jendela itu berderik
seperti di film horor yang baru kemarin kutonton, tapi sialnya aku kehilangan
sosok bayangan hitam yang semenit yang lalu ku tatap. Entah kemana perginya
bayangan tersebut. Yang jelas perasaanku menjadi tak karuan saat suara derikan
jendela itu menghilang. Secepatnya ku
coba membalikkan badan bersiap untuk melarikan diri, tiba – tiba
pundakku serasa ditepuk tangan misterius. Kali ini bukan hanya jantungku yang
berdetak lebih kencang, tapi kakiku dibuat gemetar oleh tangan misterius itu.
Belum sempat ku menoleh untuk melihat makhluk seperti apa kiranya yang menepuk pundakku.
Tiba – tiba terdengar suara serak lelaki tua.
“Dek, tas
nya kenapa ditinggal disini”
Lalu secepat
kilat aku menolehkan kepalaku menghadap
si empunya suara. Dan ternyata itu suara pak syamsudin, penjaga sekolah yang
kini tersenyum sembari mempertontonkan gigi depannya yang ompong. MasyaAlloh!
Ternyata bayangan hitam tadi adalah pak syamsudin yang memperhatikan gerak –
gerikku saat berkaca tadi yang kini mengingatkanku akan tas yang sengaja ku
taruh, tepatnya kutinggalkan begitu saja saat niat melarikan diri muncul karena
suara derikan jendela tadi. Mungkin dikiranya aku ini maling yang sengaja
memanfaatkan sepinya pagi ini untuk meraup untung. Tapi selepas itu semua
betapa malunya aku akan segala tingkahku didepan kaca kantor tadi. Darahku
bahkan bisa ku rasakan berdesir ketakutan walaupun sudah ku temukan fakta yang
menepuk pundakku bukan bayangan hitam ataupun tangan misterius hantu sekolah.
Kuputuskan untuk tetap berlari menjauh dari tempat itu, sontak pak syamsudin
terbahak melihat tingkahku yang lari terbirit – birit karena ketakutan. Aku
sendiripun bingung mengapa ku tetap berlari setakut ini padahal ku tahu beliau
bukan hantu. Entahlah, ragaku mungkin terlampau shock saat ketakutan tadi.
0 komentar