Gerak Jalan Gayeng Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014 yang ke Lima
09.03.00
Islam itu bukan hal yang bisa ditelan mentah - mentah. kalian punya buku
dengan segala hadits yang menjadi landasan amal, tapi hadits itu
rowinya dhobit gak? shahih? lalu asbabunnuzulnya gimana? Atau anda punya
ayat suci yang tidak ada keraguan terhadapnya? nah dalam all qur'an itu
terkandung makna dan maksud yang tidak bisa dijamah hanya dengan
batasan arti yang sebenarnya saja. masih ada nasikh dan wal an mansuk.
contohnya gini, sebelumnya Alloh melarang umat untuk berziarah
kubur karna suatu hal (meraung dan menangis digundukan makam-red) akan
tetapi Alloh kemudian menurunkan ayat yang menasikh (menghapus) dari
larangan itu. diakhir ayat disebutkan "maka berziarahlah". untuk
penjelasan ayat dan surah apa bisa ditanyakan kepembimbing / guru masing
- masing.
Menarik memang diera global, umat itu cenderung
mengimankan dirinya hanya berdasar pada buku agama (tanpa seorang guru
yang mendampingi)
Berjubah hitam besar sudah mengaku alim
Berjilbab lebar bahkan niqob sudah mengkafirkan muslim yang lain
Berdahi hitam sudah dipandang kyai (kalau hitamnya dahi itu karna kejedot tembok gimana?)
Mau dibawa kemana islam kedepannya?
lebih nyiris lagi, jika melihat akhwat yang selalu mengibarkan bendera
perang dengan mendebat amalan sunah, akan tetapi masih berani menyentuh
kulit yang notabene bukan mahrom? dengan alasan bercanda bisakah haram
menjadi mubah?
disini saya juga orang awam yang melihat suatu
perkara lewat mindset yang saya punya, masih sebatas penalaran
sederhana. bukan juga untuk mendebat atau tidak mau didebat, sebagai
warga negara tentunya saya juga punya hak untuk mengemukakan pendapat
to? begitupun anda. Dan inti dari semua itu ya saling meghargai hak umat
satu sama lain. Jangan hanya mencari sebuah kesalahan orang lain tapi
luput dari seribu kesalahan diri. Apapun bentuk ketidaksamaan yang tidak
disukai adalah wujud toleran dalam kehidupan sosial. apa anda termasuk
individualistik? wallohua'lam, rasanya mustahil jika umat harus bersikap
sesuai dengan apa yang anda suka. yang ingin saya tanyakan, ANDA ITU
SIAPA?
yuk latian berpikir bersama, kalau cuman punya otak, ayam pun
punya. tapi keistimewaan yang Alloh titipkan kepada manusia itu akal.
Selamat berakal Indonesia!
*saiya jadi curhat nih! gara - gara ......
Warna adalah spektrum
tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna
1. Kenapa harus nyantri?
2. Apa santri sudah pasti jaminan bahwa ia akan lebih baik dari "orang luar"?
3. bukannya ilmu agama bisa didalami lewat apa saja dan dimana saja?
4. Lalu bagaimana anda menyingkapi fenomena pacaran dikalangan santri?
5. Bagaimana pandangan anda mengenai cara berpakaian santri dan orang luar yang berjilbab lebih lebar (syar'i) bahkan bercadar?
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ini bukan masalah nyantri atau tidaknya, setidaknya ilmu agama itu
bukan bahan yang bisa ditelan mentah - mentah, jika dengan tidak nyantri
ada sudah punya "guru" (guru disini bukan dalam hal mistis,
tapi lebih tepatnya pembimbing dalam memperdalam agama). Dan mengenai
lebih baik mana si fulan dimuka bumi ini sesungguhnya si fulan itu yang
bisa merasakannya. setidaknya nyantri adalah jalan menuju taat (sami'na
wa ato'na bukannya sami'na wa ngasoina) ingat ya, siapa sih yang bisa
menjamin kebaikan suatu kaum?. Lalu, mengenai cara memperdalam ilmu dan
tempat mendapatkannya, disini bisa ditelaah jika dipesantren terdapat
ulama yang setidaknya lebih faham mengenai ilmu agama dan yang paling
penting bisa dipertanggungjawabkan ilmunya diakherat nanti karena
sesungguhnya segala ilmu agama itu akan bersambung sanadnya kepada Nabi
Muhammad saw, lalu bagaimana jika kita belajar melalui buku agama saja?
*tanpa guru-red. diera ini apa ada jaminan setidaknya 90% saja bahwa
tulisan atau argumen dalam pembahasan suatu buku bisa terhindar dari
kata bernama "salah" atau bahkan terkontaminasi oleh faham - faham yang
menyimpang. contoh nyatanya bisa kita lihat sekarang adalah masuknya
faham yang mengatasnamakan sunni dalam pembahasan atau dalil didalamnya.
yang kedua penggunaan hadits yang tidak terjamin keshahihannya, kurang
dhabit perowinya. dan siapa yang menjamin bahwa penalaran kita lebih
dhabit (cerdas) dari ulama semisal Abu Hurairoh? kita ini masih ada pada
tingkatan awam, jadi masih sangat membutuhkan pembimbing agar tak salah
dalam menafsirkan.
Pacaran adalah hal yang tak mudah untuk dihindari oleh siapapun dan dari kalangan manapun, terutama para santri. bukannya santri juga manusia yang punya rasa? tapi apakah pantas dengan mengatasnamakan "tidak ada yang sempurna" dan "manusia adalah tempatnya khilaf" lalu kita bisa melakukan hal yang dianggap dosa. ingat ini, LAA TAQROBU ZINA! janganlah kamu mendekati zina! pacaran adalah langkah awal untuk berzina. dari sekedar pandangan mata, pegangan tangan lalu merambah ketindakan zina itu sendiri. Pada dasarnya, zina digolongkan menjadi beberapa bagian yaitu zinan hati, dimana didalam hati kita mengingkan atau menyimpan hasrat pada si fulan, kedua zina mata, disini ada riwayat yang menunjukan bahwa janganlah kita mengikuti pandangan kedua. seringkali saat pandangan pertama itu menarik maka ingin sekali kita memandangnya lebih kedua kalinya. ini tidak boleh! jika ingin memahami mengenai hal ini lebih lanjut, telitilah mengenai "Godhul Basor".
Masuknya setan ketika seseorang itu memandang
Masuknya setan
lewat jalan ini melebihi kecepatan aliran udara ke ruang hampa. Lalu ia menyalakan api
syahwat dan ia lemparkan kayu bakar maksiat. Pintarnya lagi, setan akan
menyesatkan manusia secara bertahap. Ada pepatah yang mereka pegangi;
berawal dari pandangan, lalu berubah menjadi senyuman, kemudian beralih
menjadi percakapan, kemudian berganti menjadi janjian, yang pada
akhirnya berubah menjadi pertemuan. Begitu hebatnya setan melemparkan
panah beracun pada diri kita dan setan melemparkannya secara bertahap
sehingga kadang kita tidak menyadarinya.
Mari kita teliti lebih lanjut, jangan langsung menjudge bahwa santri adalah makhluk yang bisa segalnya (bisa mendatangkan dosa dan pahala). permasalahannya disini bukan siapa dia (who are you) dan statusnya. santri ataupun orang biasa sama - sama punya hasrat dan minat.lagipula tidak semua santri itu pacaran, masih banyak juga bisa memegang teguh prinsip untuk tidak mendekati zina, ya dengan tidak pacaran. analoginya gini, kalangan santri tak bisa menjudge bahwa orang biasa yang tak faham agama lebih buruk akhlaknya daripada mereka yang nyantri, jadi tak ada alasan untuk orang luar menjudge bahwa semua santri harus berakhlak lebih dari orang luar bukan? ini kaitannya pada pribadi itu sendiri, toh hati manusia siapa yang tahu? nyantri itu seperti jembatan menuju taat, akan tetapi tidak semua orang bisa berjalan dengan baik dijembatan bukan? mungkin ada yang jatuh atau sekedar tersandung bahkan lebih parahnya jika sampai terjerembab kejurang dibawah jembatan itu sendiri. sekali lagi saya tegaskan pacaran itu mengenai prinsip hidup, kalau orang yang baik pasti tidak ingin menyalahi aturan Tuhan bukan? siapapun dia dan dari tempat bernama apapun juga. untuk itu mari galakkan motto hidup "say no to going steady" katakan tidak pada pacaran!
Bahasan terakhir, mengenai cara berpakaian para akhwat dari kalangan santri vs non santri. Berhubung saya penganut mahzab Imam Syafi'i aurat seorang wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan telapak tangan. niqob atau cadar itu bukan hal wajib, menurut saya itu lebih cenderung pada tradisi berpakaian wanita Arab. karena disana adalah gurun pasir, maka wanita Arab menutup sebagian wajahnya untuk menghindari masuknya debu dalam pernafasan. alasan kedua mengapa menggunakan niqob adalah sebagai satir pengontrol hawa nafsu, pria Arab itu besar hasratnya jadi untuk menghindari timbulnya hawa nafsu, wanita Arab menutupnya dengan niqob. begitu pula dengan pakaian, Nabi tidak pernah mewajibkan kita untuk memakai jubah hitam layaknya pakaian masyarakat Timur, tapi yang Nabi tekankan adalah untuk menutup aurat. sekali lagi ini masalah tradisi! saya bisa melihat dimana santri berpakaian tidak terlalu besar dan berkerudung bukan berjilbab, tidak selebar jilbab orang luar. disini ketentuannya menutup aurat, jika dengan kerudung tidak menampakkan aurat atau melihatkan tonjolan badan maka tidak ada alasan mengharamkan cara berpakaian santri. maaf, saya pernah melihat seorang akhwat yang berjilbab lebar akan tetapi dibagian dadanya agak mempertotonkan tonjolan tertentu. maka akan lebih baik jika menutup aurat itu tidak diukur dari lebarnya atau hitamnya suatu bahan, tapi bagaimana bahan tersebut menutup aurat kita secara sempurna. dan jika berjilbab lebar dan menutup aurat adalah pilihan anda, maka itu adalah suatu keutamaan diantara kerudung seadanya yang menutup aurat kita. ini masalah pilihan :)
Jadi penegasan akhirnya bukan mengenai seberapa lebar kain yang melekat ditubuh tapi bagaimana kain tersebut bisa menutup aurat seorang wanita secara sempurna.
setidaknya ini jawaban dari seorang mantan (mantan
santri-red) yang sehari dua hari numpang tidur dipesantren, jadi wajar
kalau jawaban dari orang awam tentunya tak sehandal ataupun menyentuh
kata kebenaran yang mutlak, setidaknya menjawab sebagai ajang gendu -
gendu rasa antar umat muslim. ingat ya, bukan ajang debat untuk
memperoleh label "pembenaran". salam ukhuwah islamiyah