Teruntuk Kalian Para Pejuang Fiksi dan Agen Perubahan Sosial (Agent of Social Change)

07.57.00



Dalam hal ini saya akan menceritakan hal yang menjadi pokok bahasan saya selama ini, yaitu “menulis”. Mungkin masih terlalu dini jika orang seawam saya membicarakan hal kepenulisan. Sungguh menulis adalah hal yang terlihat amat sederhana akan tetapi butuh kemauan dan tekad kuat untuk sekedar menorehkan kata – kata. Biasanya media yang saya jadikan untuk mempublikasi tulisan adalah media sosial. Bukannya narsis akan tetapi ini dilakukan untuk eksistensi atau mungkin pengakuan dari sekitar. Tidak banyak yang menganggap jika sebuah tulisan merupakan hal bermutu dalam keseharian,terlebih dalam masalah penulisan fiksi (cerpen , novel, flash fiction). Untuk mengurangi pandangan sebelah mata dari orang sekitar marilah kita, pejuang fiksi mengibarkan bendera kegemilangan kita ditanah air ini. Semua orang pasti bisa menulis, hanya saja untuk mendapatkan rasa dalam tulisan tersebutlah yang tak semua orang bisa. Misalkan saja sebuah cerpen yang bertema romantis akan membawa pembacanya untuk ikut merasakan romansa yang dirasakan oleh tokoh. Inilah makna sebuah tulisan , para penulis mempunyai peran bisa mempengaruhi pembacanya. Bayangkan berapa banyak pahala yang didapat oleh seorang penulis  jika tulisan yang dibuatnya bisa mengubah cara pandang seseorang. Menulis bukan hanya sekedar royalti atau dalam bentuk materi apapun. Ada rasa tersendiri saat dimana pembaca menghargai sebuah karya, walau dalam bentuk tulisan. Rasa puas adalah bayaran yang tak bisa digantikan dengan bayaran bagi penulis. Sayangnya, masih ada momok mengerikan bagi dunia kepenulisan. Menulis tidak lagi dianggap penting apalagi mengenai fiksi. Kita hanya berkutat pada makalah yang tersusun pada kaidah sebelumnya. Padahal mengenai rasa, sebuah karya fiksi bisa mendatangkan perasaan yang berpengaruh pada pembacanya. Ada kenikmatan tersendiri dalam setiap bacaan, apapun kategorinya.Orang yang cerdas lagi berpendidikan pastinya bisa menilai dan menghargai karya, apapun bentuknya. Bagi dunia remaja, tak banyak yang berkenan menekuni atau sekedar mengenal apa itu fiksi. Bukankah menulis bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja menyesuaikan agenda kita. Sekilas kita mengamati kehidupan remaja yang tak lagi memandang tulisan itu karya. Banyak waktu yang dihabiskan untuk sekedar menunjukan eksistensi diri disosial media. Ini fitrah dari remaja yang sedang mencari jati diri. Melalui rasa respect dan dianggap ada oleh lingkungan sekitar, mereka berusaha membentuk dan mengekpos citra diri dan na-asnya remaja justru terjebak didalam dunia yang maya. Lain hal lagi dengan kehidupan akademis para mahasiswa, disini agak berbeda dalam memandang eksisitensi diri. Ada hal dimana mahasisiwa mencari wadah untuk menjadi bagian yang dipandang dan diakui keberadaannya sebagai agen perubahan sosial dinegeri ini. akan tetapi persepesi ini justru banyak menimbulkan efek bagi diri mahasiswa itu sendiri. Ada kesalahpahaman antara memunculkan citra agen sosial of change dimana mahasiswa menarik kesimpulan bahwa berkontribusi akan terlihat dan terasa lebih maksimal dengan sebuah tindakan. Misalkan disini tindakan untuk turun ke jalan lalu membentuk parlemen sebagai wadah mengkritik aparatur pemerintahan. Tidak ada salah dengan itu semua, hanya saja untuk berbuat sebuah kebaikan kita tak perlu melalaikan kewajiban atau melanggar peraturan. Fitrah sebagai mahasiswa adalah untuk terbentuk menjadi generasi penerus yang lebih baik. Mari mencermati kembali makna tridharma pendidikan dimana pembelajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat adalah tiga hal yang harus dianggap beban bagi mahasiswa. Beban disini bukan sekedar permasalahan yang cukup dipikir atau ditindaki secara brutal, tapi butuh proses. Carilah ilmunya, lakukan observasi lalu terapkan pada masyarakat. Inilah pengabdian yang sesungguhnya dari manusia berjas yang kita sebut  mahasiswa, yang kita kenal sebagai agen perubahan sosial. Melalui sebuah karya, setiap orang bisa memperlihatkan dirinya beserta citra apa yang ia usung. Dunia kepenulisan seharusnya menjadi wadah pemikiran bagi siapapun yang mempunyai pikiran. Mari memulai untuk beranjak dari bayang – bayang pemikiran yang tak layak. Berbuatlah sesuai dengan kata hati akan tetapi jangan pernah kita lalaikan apa itu kewajjiban. Apapun bentuk sebuah karya, manusia yang berpikir seharusnya bisa menghargai, paling tidak menganggapnya ada. Teruntuk pejuang fiksi, menulislah dan terus membuat bentangan kata yang terangkai indah untuk kami. Jangan dengarkan bisikan yang tak perlu. Teruslah menjadi tuan dari segala kata indah. Dan teruntuk manusia dengan jas kebanggaan kalian, teruslah menjadi anak dari bangsa yang mulai tergerus arus global. Bertindaklah dalam aksi yang mengusung kemerdekaan dari sebuah pemikiran. Tulislah pemikiran tanpa batas dari sebuah pencitraan. Penuhi kewajiaban kalian pada bangsa ini. mengabdilah pada ibu pertiwi yang selalu kalian jadikan pijakan. Salam merdeka, dari diri ynag masih berliput keterbataasan ini. semoga kita menjadi anak bangsa yang tak lalai pada peradaban. Teruslah berkarya, apapun bentuknya. Tunjukan bahwa kalian ada dan kehadiran kalian akan membawa dampak baik untuk bangsa ini. kami sungguh menyayangimu, ibu pertiwi kami, Indonesia!

You Might Also Like

0 komentar





"Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya itu"

_Ali bin Abi Thalib_

Like me on Facebook