Tentang Rasa yang Ku Tahu Setelah Kau Tiada

22.01.00




"Maaf" kataku lirih sembari menatapnya dalam.

Kamu tersenyum dengan seribu paksaan, aku tahu kamu amatlah kecewa dengan keputusanku.
"Aku belum siap membuka hati untuk siapapun" tambahku mengobati atau mungkin menambah luka dihatimu. Aku menatap langit diatas rumput yang tertindih tubuh kau dan aku. Banyak awan mendung yang terlukis disana dan angin seolah berhembus disela keheningan yang kita buat.

"Aku memang kecewa, tapi setidaknya kejujuranmu membuatku lega" katamu pelan, tanpa menatap wajahku bahkan tanpa menoleh.

Selang beberapa menit kemudian aku dan dia memacu mobil kembali kebangunan sederhana yang berjejer, rumahku dan rumahmu memang bersebelahan. kita selalu bersama sejak kecil. aku masih ingat betul saat kita berebut memecah gelembung yang orang tua kita tiup ditaman belakang rumahku. tapi semua itu tak melahirkan rasa bernama "cinta" diruang hatiku. aku menganggapku tak lebih dari abang, kalaupun ada sedikit kedekatan itu tak lebih dari rasa teman masa kecil. setelah semua pengakuan rasamu membuncah agaknya itu menjadi satir diantara kita. aku hanya terpaku diam saat kau menyembul tiba - tiba dijendela belakang, begitupun dengan kau! biasanya kita akan langsung bercengkrama dengan riangnya layaknya anak TK. tapi kinni keheningan mengiasi hari - hari kita.

"Nan, minggu besok Rio akan ke Australia loh, katanya mau dikenalkan dengan anak teman bisnis ayahnya. dan kalau cocok mereka akan langsung tunangan disana"
...................................................................................................................................................................

Kalau bisa berlebih, aku merasakan kilatan petir serta sambaran mengenai detak jantugku. "sakit sekali Tuhan!" kenapa ia hanya diam dengan semua ini, marahkah ia padaku karena tak menerima rasanya? dan kini rasa apa yang menyesakkna lubuk hatiku, cemburukakh? ah! bukankah aku yang menolaknya dulu, kenapa kini aku merasa begitu kehilangan.

Hari berlalu begitu saja tanpa rasa yang berarti. aku baru tahu rasa apa ini, cemburu! benar agaknya aku mencintainya juga, tapi kenapa ku temukan nama rasa itu setelah ia pergi?
Rasa ini terlampau bodoh untuk menerka yang dirasa.

"Kau masih ingat dengan cermin?" tiba - tiba bayangan yang amat kukenal tertera didepanku.

"Rioooo..." aku menghambur kepelukannya. aku sudah tak bisa menahan rasa yang baru kutahui setelah kepergiannya.

"Cermin akan selalu menangis jika  ita menangis dan ia akan menjadi makhluk kedua yang paling mengerti kita, paling tidak mengerti rasa yang kupunya sesungguhnya, aku tak bisa memungkiri cermin, cintaku yang nampak padanya hanya dirimu bukan wanita yang kujadikan obyek pelampiasan karena kau menolakmu dulu" katanya penuh tatapan dalam."

"Will you marry me?" ia menimpali perkataannya sebelumnya.
hanya anggukan yang kulimpahkan, hanya itu saja bentuk yang bisa kutunjukkan padanya.
kini aku tahu, cinta tak hanya bisa dikenali lewat kata, tapi rasa yang yang namanya saja baru kutahui semenjak kepergiannya.

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

You Might Also Like

0 komentar





"Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya itu"

_Ali bin Abi Thalib_

Like me on Facebook