Makhluk Manis Itu

16.00.00

            Senyuman itu sungguh terngiang indah dimemori otakku. Bagaimana tidak, senyum simpul beraromakan canda tawa serta keramahan seorang pria yang begitu mempesona. Sesekali ku bertatapan mata dengannya, lalu secepat kilat kami mengalihkan objek pandangan kami. Sungguh lucu tapi begitu terkenang indah, bahkan sekedar hanya untuk ku lihat tanpa merasanya dalam hati. Entah kenapa sosok itu membuatku berbeda dalam memandang cinta, aku tahu seperti apa definisi cinta bahkan untuk mendeskripsikan melalui 5W + 1H saja aku rasa tak begitu sulit bagiku. Tapi sayang itu semua bicara tentang teori dan prakteknya sungguh membingungkan jiwa, melalaikan logika , serta menggoda nurani. Sungguh!

Bahkan aku sendiripun bingung mendeskripsikan apa yang kini ku rasakan, getaran macam apa yang kini menimpaku? Lalu sedikit demi sedikit rasa itu mulai melumpuhkan logika serta prinsip yang kujaga. Tuhan, inikah cinta itu ? inikah rasanya seorang yang dimabuk asmara? Aku menikmati rasa ini, tapi disisi lain aku batinku tersiksa akan segala hal yang terjadi diluar batas inginku. Tiba – tiba aku mendengar suara yang tak asing ditelingaku.
“mb Nia, ayo kita ngumpulin bahan kesana aja,” ajak makhluk manis itu sembari menunjuk kearah meja empat kursi dipojok ruangan, lalu beranjak melangkah kemeja empat kursi tanpa menoleh lagi.
Anggukan yang hanya bisa sekelebat ia lihat dariku. Betapa kagetnya aku yang sedang melamun menerawang jauh mengenai makhluk itu, justru ia sendiri yang menyapaku. Huft, sungguh suara makhluk itu begitu menyita perhatiaanku walaupun pikiranku melayang dilangit ketujuh. Sesekali aku mencuri pandang ke arahnya, melihat wajah serius makhluk manis ini sungguh menyenangkan serta menenangkan. Beberapa kali juga ia menoleh serta meminta saran dariku. Entah apa maksudnya, mungkin sekedar formalitas karena kami satu tim atau ia menghargai eksistansi diriku ini disampingnya. Entahlah, yang jelas aku tak mungkin berfikir  segala lakunya itu hanya sekedar mencuri perhatianku. Bagaimana tidak, ia makhluk manis berwibawa, cerdas, perhatian pada saudara seiman, sopan santun, dan segala sikap humor yang kadang ia keluarkan sebagai jurus pencairan suasana. Semua itu ia miliki, hati perempuan mana yang tak akan luluh saat mendapati makhluk semanis itu.
“Kata pengertian menurut bahasa kalau diganti menurut etimologi bagus gak? ” spontan pertanyaannya menyadarkanku kembali meluncur keplanet bumi.
“eh, gimana?” tanyaku sembari menoleh kearah makhluk manis ini sambil tersenyum simpul pertanda malu karena ku melamunkannya.
“beneran lagi ngelamun emang? Ehm.. yang kata bahasa itu diganti etimologi gimana?” jawabnya tenang sembari tersenyum sangat manis dalam kelebatan pandangannya padaku.
“eh, hehehe bisa jadi ” jawabku sakenanya.
Setelah bahan untuk diskusi tim kami terkumpul dan selesai disortir, aku menawarkan diri untuk membuat output data yang terkumpul tadi. Tapi ia dengan nada tenangnya menawarkan supaya ia saja ynag mengerjakan output dari data tadi, supaya aku bisa langsung istirahat sepulang dari tugas ini. Duh Gusti makin bertambah pula rasa kagumku pada makhluk manis ini. Oh iya,kami kerja di tim yang terdiri dari perwakilan mahasiwa dari seluruh universitas diIndonesia. Kebetulan aku mengambil jurusan sastra inggris sedangkan makhluk manis itu mengambil jurusan hubungan internasional. Aku mengenalnya di tim ini sekitar setahun yang lalu. Sedikit banyak akau mengerti perangai makhluk manis itu, dan celakanya itulah titik awal tumbuh rasa kagumku padanya. Tapi aku cukup tahu diri, rasa kagumnya tak lebih dari rasa wajar seorang wanita yang bertemu dengan pria hebat sepertinya. Tentu aku tak mengharap lebih atau mengungkapkan perasaan kagumku padanya. Bukan apa – apa aku hanya menjaga harga diriku sebagai wanita, toh makhluk manis itu belum tentu jadi jodohku kelak. So, hanya sekedar kagum yang menyerempet rasa cinta dipertigaan hatiku. Tapi tetap saja rasa cintaku sepenuhnya hanya akan kuberikan pada imamku kelak. Rasa cinta yang tak terbatas ketampanan, senyum manis, keramahtamahan, kepandaian tapi murni cinta seorang wanita yang mengharap ridho ilahi.
Kira – kira bulan kemarin aku bisa bertatap muka dalam ikatan partner dengan makhluk manis itu. sejak awal ku melihat sosoknya memang ada getaran lain dalam amplitudo yang berbeda dalam irama hatiku. Tapi sebisa mungkin aku harus membasmi virus rasa ini dariku sesteril mungkin, karena aku tak mau terjebak dalam rasa yang bukan hakku. Dan hari ini delegasi antar universitas akan berbincang – bincang mengenai even yang akan dilaksanakan bulan depan. Of cours! Aku satu tim lagi dengan makhluk manisku. Lama juga kami membuka obrolan. Kemudian sesekali aku memainkan handphone untuk mengulur waktu, hingga tibalah makhluk menjengkelkan dihadapan kami. “What a pity you are!”. jeritku dalam hati.
“ehh mas ganteng udah datang, bajunya cucok banget ”. Cerocos makhluk genit yang menerobos masuk dalam pembicaraan kami. Lalu cengar – cengir dengan jurus ekor sembilannya itu. Ingin rasanya sepatuku melayang kearahnya dengan jutsu andalan, tapi aku masih bisa mengontrol rasa enek plus gedek pada makhluk genit itu. Lalu pelan – pelan kuperhatikan respon makhluk manis yang ia berikan, agaknya ia menanggapi dengan tenang seperti biasa sedikit bumbu ketawa yang memaksa.
Bukan karena aku terlanjur cemburu, tapi pada dasarnya aku jijik banget ngeliat cewek yang gak bisa ngontrol emosinya sendiri didepan cowok. Iyuh banget deh, kalo kata ababil diera globalisasi ini. Attitude is your mirror! Itu prinsip hidupku.well, back to makhluk manis, ia terlihat sempurna untuk sekedar dikagumi bukan dimiliki. Makin lama dan makin dekat intensitas antara aku dan makhluk manis, tapi kami profesional membahas tugas kami dalam tim, bukan masalah perasaan. Akupun tak tahu seperti apa rupaku dimatanya. So, life must go on walau nanti makhluk manis itu tak ada disampingku lagi, toh kami tak terikat dengan komitmen apapun. Sadarlah aku ini siapa dan makhluk manis itu siapa. Pernah suatu ketika aku merasa sangat merepotkannya, dimana aku mendapat tugas diluar kebiasaanku, jadi secara continue aku selalu memintanya mengajariku. Bimbang rasanya waktu aku makhluk manis itu melintas dikepalaku. Tapi bagaimanapun aku ini wanita dengan anugerah martabat serta harga diri yang harus kupertahankan demi apapun. Jadi tak pantas kiranya untuk sekedar mengungkapkan rasa kagum padamu, wahai makhluk manisku.
Pagi ini ku tiba kampus tanpa bayangan si makhluk manis, kumelangkah dengan sumpringah untuk sekedar bohongi keadaan serta menipu diri. Ku sapa teman, ups lebih tepatnya kenalan dikampus. Yah karena aku dan dia tak begitu akrab, hanya sekedar mengenal tanpa ikatan persahabatan. Dialah makhluk centil yang menggoda makhluk manis kala itu. Wajahnya manis, ramah, dia juga termasuk  mahasiswi aktif dikampusku.
“eh kamu udah kenal lama sama ********  (makhluk manis)?” celotehnya disela kesibukannya memainkan handphone.
“ kenal sejak aku dan dia bareng satu team” jawabku sekenanya sembari menyelidik lebih dalam pertanyaan makhluk centil ini.
“oh, syukur deh.” Kicaunya lalu beranjak dari hadapanku, sedang aku hanya tersenyum sebelah menanggapinya.
Setelah mata kuliah hari ini selesai aku duduk santai bersama teman satu kelas dikantin kampus, tiba – tiba sahabatku Dita  mengatakan bahwa makhluk centil udah menyatakan cinta pada makhluk manis. Pantas saja dia bertanya padaku mengenai intensitas antara aku dan makhluk manis pagi tadi. Jujur saja, ada rasa yang aneh saat aku mendengar perihal ini, tapi siapalah diri ini, aku tak berhak atas apa – apa yang menyangkut makhluk manis. “ingat.. kamu pasti hanya kagum gak lebih dari rasa itu, sadar please!” gumamku dalam hati.
“heh, nia kok ngelamun, cemburu yaa?” ledek sahabatku sembari menunjukan lirikan mautnya itu.
“apaan sih, orang lagi mikirin tugas buat besok kok” ujarlu sekenanya, sembari mencubit lengannya dengan jurus cakaran inuyasha.
Sepulang kuliah, aku terbaring pasrah diranjang karena perasaan yang tak jelas ini. Apa aku cemburu. Tiba – tiba ponselku berdering tanda pesan masuk. Ada dua pesan yang harus kubaca, tapi betapa kagetnya aku saat aku melihat no baru yang mengatasnamakan bahwa ia makhluk manis itu. Tuhan.. langit serasa runtuh sore ini seolah mentari kembali meminta terbit menyingkirkan sang mega. Apalagi setelah ku baca isi pesan si makhluk manis itu. What going on! Dia menyatakan rasanya padaku. Untuk memastikan bahwa aku tak sekedar dikerjai no iseng ku telfon no tersebut.
“halo, assalamu’alaikum dek Nia?” suara si makhluk manis diseberang sana.
“wa, wa’alaikumussalam apa be benar kalau ini no mas ******** (makhluk manis)?” tanyaku gugup. Padahal aku yakin benar dari suaranya aku faham betul kalau itu suara makhluk manis.
“iya benar, emm begini dek Nia......(bla-bla- bla)” belum selesai dia berbicara tapi spontanitas aku tekan tombol off di handphone ku, entahlah aku sendiri tak menyangka mengapa aku demikian. Aku begitu gugup mendengar pengakuannya, apalagi dia untuk pertama kalinya ia memanggilku dengan sebutan “dek”. Mungkin lebih baik jika ku matikan saja komunikasi ini sebelum nampak dengan jelas kegugupanku. Lalu dengan secepat kilat ku save no tadi, belum selesai proses penyimpanan ketika itu pula makhluk manis memanggil. Duh Gusti, aku bingung harus bagaimana, aku bingung bagaimana caranya bicara kalau sudah berurusan dengan yang satu ini. Dengan ragu, ku pencet tombol off mengakhiri panggilannya. Lebih baik ku teruskan percakapan ini lewat pesan singkat saja.
“mas, maaf telfonmu tak kuangkat dan maaf juga ku memotong pembicaraanmu tadi. Aku hanya masih belum percaya dengan yang terjadi sekarang, aku minta waktu darimu mas  J”. Begitulah pesan singkat yang kukirim padanya.
Satu menit, satu jam, satu hari , satu minggu belum juga ku dapat respon ataupun balasan pesan darinya. Aku menjadi serba salah serta takut jikalau aku menyinggung perasaannya kemarin. Betapa bodohnya aku, saat orang yang ku kagumi sekarang menawarkan diri untuk menjadi milikku justru aku sendiri yang gagal membangun sikap dengannya.
Pagi yang mendung. Hari ini aku harus mengikuti diskusi team. Dan pastinya  aku akan bertemu dengan makhluk manis itu. Bagaimana ini Tuhan?. Setelah ku kuatkan niat serta menenangkan pikiran, ku melangkah menuju tempat panas tersebut.
“Assalamu’alaikum..maaf saya datang agak terlambat” sapaku pada semua orang yang telah berkumpul diruang diskusi, pandanganku langsung tertuju pada sosok berbaju batik corak simple itu dia, benar memang dia. Aku menguncupkan senyum sumpringahku takut ia masih tak berkenan hati melihatku, tapi entah mengapa dia terlihat sangat ramah dari biasanya, senyumannya bahkan lebih manis dari yang pernah ku lihat sebelumnya. Apa maksudnya ini. Dia memang makhluk manis yang membingungkan bagiku. Sepanjang diskusi aku dan dia seringkali mencuri pandang disela ideologi serta paradigma yang disampaikan ditengah diskusi.
Entah bagaimana, ada saja urusan dari anggota diskusi diruang ini, hingga tinggallah aku dan dia seorang yang ada diruangan ini. Kami hanya terdiam sesekali mencuri pandang. Ingin rasanya ku minta maaf ataupun membuka pembicaraan dengannya untuk mencairkan suasana. Tapi bagaimana kalau aku justru salah lagi dalam bersikap.
“eghem, dari tadi diam aja dek? Canggung atau memang mas ada salah?” tanya dia sembari menatapku sejenak dengan ekspresi  tenang.
“eh gak kok, mas gak ada salah sama aku, malah aku yang mau minta maaf masalah komunikasi di handphone. Apa mas marah sama aku?” tanyaku bercampur rasa ragu.
“marah untuk apa? Bukannya mas tidak ada, eh maksudnya belum ada hak atas apa – apa tentang adek. Masalah kemarin itu mas tahu betul  kalau tak ada sedikitpun niatan adek untuk menyinggung ataupun menyakiti mas”. Jawabnya mantap dalam penjelasan yang sungguh menenangkan.
Aku hanya diam. Perasaan lega bercampur bahagia mendengar setiap untaian kata yang terlontar dari bibir makhluk manis ini. Sungguh inilah moment terindah dalam setiap detak jantungku, Tuhan. Sepulang dari diskusi tadi, aku menghubunginya lewat telephone. Kami bicara banyak, dari huruf A sampai padahuruf Z. Hingga akhirnya dia menanyakan lagi jawabanku akan perasaannya. Tentu aku mengiyakan permohonannya membangun komitmen bersama menuju ikatan cinta. Dialah makhluk pertama yang mampu membuatku luluh akan tutur katanya, membuatku takluk akan kesopanan tingkah lakunya. Tak pernah sejauh ini, dia memandangku lebih dari 5 detik apalagi sampai menyentuh kulitku. Sempurna sekali hidup ini.
Hari demi hari kami lewati dalam komitmen yang kami bangun bersama. pernah suatu ketika si makhluk centil membuat percakapan ketus akan apa yang terjalin antara aku dan makhluk manis. Tapi biarlah, apapun yang kuperbuat tak akan mampu melepas dahaga cintanya. Hidupku serta diriku bukan layar FTV berona pengorbanan cinta, dimana kita harus melepaskan orang yang kita cintai untuk hidup bersama sahabat  kita yang umurnya tak lama lagi. Itukan berlaku untuk sahabat, sedangkan antara aku dan makhluk centil tak lebih dari suatu perkenalan dalam formalitas hidup. Inilah kisah cinta yang tumbuh dari rasa kagum berbalut harga diri seorang wanita yang akhirnya cinta menemukan jalannya menuju hati sang pujaan tanpa pengorbankan kemuliyaan diri seorang wanita. Inilah cinta dengan jalan yang dipilih.

You Might Also Like

0 komentar





"Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya itu"

_Ali bin Abi Thalib_

Like me on Facebook