TRADISI DAYAKAN (Boneka Nini Sareg-Kaki Sareg yang mirip ondel – ondel DKI Jakarta)

11.37.00

Gambar boneka raksasa nini Sareg dan Kaki Sareg

Tradisi ini sebenarnya bertujuan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad saw dengan arak –arakan atau karnaval yang di lakukan sebelum pengajian di mulai. Tradisi ini tercipta karena kreativitas ulama dalam berdakwah atau menyeru masyarakat desa untuk menghadiri pengajian zaman dahulu. Tidak beda dengan pemikiran Sunan Kali Jaga yang menggunakan wayang sebagai sarana memikat minat masyarakat untuk mengaji. Disinilah kreativitas beliau di akui, wayang berisi kisah yang serat akan ajaran Hindu, di ubah dan di sesuaikan dengan hukum syariat islam. Seperti cerita penokohan wayang Panchali atau Drupadi yang bersuamikan lima orang ksatria, yakni pandawa lima di ubah jalan ceritanya oleh Sunan Kali Jaga dengan menjadikan Drupadi atau Panchali ini seorang istri dari putra pertama raja Pandu, yakni Ksatria Yudhistira.  Perubahan cerita  ini bukan tanpa maksud, akan tetapi sebagai upaya dakwah melalui wayang yang disesuaikan dengan ajaran islam yang melarang umatnya melakukan poliandri (wanita menikah dengan lebih dari satu pria). Jika mengulik alasan tidak diperbolehkannya poliandri dalam islam, bisa diperjelas dengan satu keterangan bahwa nashob (silsilah/keturunan) si fulan akan rancu, tidak jelas ia dari keturunan bapak yang mana.

Kembali ke tradisi dayakan yang ada di kecamatan bawang. Asal – muasal tradisi ini juga di dasari keadaan sosial politik Indonesia. Dimana pada masa tersebut muncul gerakan PKI yang meresahkan. Banyak terjadi pembunuhan antar ras dan tokoh keagamaan di desa bahkan dusun – dusun demi tercapainya kepentingan politik. Akan tetapi upaya untuk memperjuangkan aqidah islam tetap di pegang teguh oleh ulama. Melalui berbagai jalan dan media, ajaran islam tersampaikan kepada masyarakat dan di jaga kelestariannya sampai sekarang. Tradisi dayakan ini di ramaikan oleh 7 mushola yang melambangkan 7 jenis kreativitas arak –arakan  yang akan di tampilkan. Dari berbagai kreativitas yang ditampilkan, terdapat peraga boneka raksasa yang sangat mirip dengan ondel – ondel khas DKI Jakarta. Akan tetapi setelah di konformasi ke sesepuh desa serta Kepala Desa Wiramastra bahwa boneka raksasa tersebut bukan di adopsi dari ondel – ondel Jakarta dan murni kesenian atau tradisi dari kecamatan Bawang. Boneka raksasa tersebut berupa sepasang pria dan wanita yang mengenkan pakaian adat Jawa, masyarakat menyebutnya sebagai “Nini Sareg dan Kaki Sareg”. Sedangkan peserta berjumlah 50 orang dari tiap RT yang berjumlah 14. Tradisi dayakan ini adalah tradisi rutin bahkan dianggap wajib setiap tahunnya. Rute dayakan ini dimulai dari desa Wiramastra sampai ke desa Wanadri. Karnaval atau arak –arakan dimulai setelah waktu maghrib sampai pada pukul 20:00 WIB. Setelah dayakan selesai kemudian masyarakat di himbau untuk mengikuti pengajian di masjid setempat. Pengajian tersebut dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad yang jatuh pada tanggal 12 Robi’ul Awal.

Berikut sebagian foto dari acara dayakan yang ada di desa Wiramastra



Boneka raksasa "Nini sareg dan Kaki sareg"

hasil kreasi per-mushola

Barongan macan

Atraksi dengan api

Berperan sebagai nyai Blorong

Semacam Barongsai karna di dalamnya di gerakkan oleh manusia

sesi persiapan (make up) sebelum arak - arakan. ada asap aneh disini!

peserta dayakan yang diperankan oleh anak - anak

You Might Also Like

0 komentar





"Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya itu"

_Ali bin Abi Thalib_

Like me on Facebook